
Kematian Dugong di Legun Belanda, Pulau Cempedak
Sabtu sore, Pak Nurayu—seorang nelayan dari Desa Kendawangan Kiri—menemukan sesuatu yang tersangkut di jaringnya saat memancing di perairan Legun Belanda. Saat jaring diangkat pukul 20.00 WIB, ternyata satu ekor dugong (duyung) sudah dalam kondisi tidak bernyawa.
⠀
Tiga jam kemudian, beliau segera melaporkan penemuan ini kepada anggota Pokmaswas. Keesokan harinya, Minggu (16/6), tim gabungan yang terdiri dari Yayasan WeBe, YIARI, TNI AL (Lanal Ketapang), Pokmaswas, Pokdarwis, Polairud, serta perwakilan pemerintah desa dan kecamatan, langsung menuju lokasi untuk melakukan penanganan.
⠀
Dugong tersebut adalah betina, dengan panjang tubuh 210 cm dan berat lebih dari 150 kg. Tim melakukan nekropsi (bedah bangkai) dan mengambil beberapa sampel organ tubuh seperti hati, jantung, paru-paru, kulit, dan daging.
⠀
Hasil nekropsi menunjukkan adanya perubahan pada organ paru-paru, yang mengarah pada dugaan bahwa dugong mengalami stres dan kondisi lemah sebelum terjebak jaring.
⠀
drh. Komara dari YIARI menjelaskan bahwa dugong seharusnya bisa bertahan jika tidak dalam kondisi stres atau saat laut sedang tenang. Namun, ketika lemah dan terjebak jaring, dugong sulit mengambil napas dan akhirnya tenggelam.
⠀
Ketua Yayasan WeBe, Setra Kusumardana, menambahkan bahwa dugong ini kemungkinan besar tidak sengaja terjerat, dan memang sedang tidak sehat. Sebelumnya, dugong yang terkena pukat pernah bisa melepaskan diri.
Setelah nekropsi selesai, bangkai dugong tersebut dikuburkan dikawasan Mako Lanal Ketapang agar nanti kerangkanya dapat dimanfaatkan untuk edukasi dan penelitian.